Bank Syariah Siaga Imbas Krisis Eropa 2012

Bank Syariah Siaga Imbas Krisis Eropa 2012
Oleh: Deviyantini* dan Farida Ayu Brillianti*
*Mahasiswa Tingkat Akhir, Ilmu Ekonomi, FEM, IPB

Adanya krisis ekonomi suatu negara akan memberikan efek domino terhadap negara-negara lain. Permasalahan-permasalahan baru akan muncul dan saling menyusul, sementara permasalahan sebelumnya belum terpulihkan secara tuntas. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak akan luput dari dampak dinamika pasar dan finansial global. Termasuk pula imbas dari krisis keuangan dari Amerika Serikat kemudian disusul oleh krisis Eropa.
Dampak krisis Eropa memang belum terasa secara signifikan mempengaruhi perekonomian Indonesia, walaupun di Bursa Efek Indonesia dampaknya sudah terasa sejak Agustus lalu. Sejauh ini Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dunia. Menurut Bank Indonesia, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 6,3 persen pada 2012. Namun, sampai kapan kita mampu bertahan dari guncangan krisis?
Adanya krisis yang berlangsung akan menghambat ekspor Indonesia ke Eropa maupun ke negara-negara lain yang terkena imbas. Firasat tak baik juga muncul akibat satu per satu bank di Eropa mulai sesak nafas bahkan kolaps. Padahal data Bank for International Settlements (BIS) menunjukkan bahwa penyaluran kredit ke negara berkembang didominasi oleh perbankan Uni Eropa, mencapai sekitar 75% dari total 4,7 triliun USD kredit perbankan dunia. Selain itu, Eropa tidak bisa mengimpor barang-barang dari Indonesia jika lembaga keuangan di sana kocar-kacir terhempas krisis.
Kemudian, bagaimana dampak guncangan ini terhadap industri perbankan di Indonesia?
Berdasarkan pengalaman krisis tahun 1998, pemerintah melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp. 650 triliun membantu bank yang bangkrut, di mana semuanya merupakan bank konvensional. Sedangkan bank syariah hanya mengalami masalah kredit macet dan mampu membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba dalam kurun waktu antara tahun 1999 hingga 2002. Kemudian pada krisis tahun 2008, banyak bank konvensional mengalami perlambatan penyaluran pembiayaan, namun bank syariah secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 33,3% pada Februari 2008 menjadi 47,3% pada Februari 2009. Di sisi lain, selama dua bulan pertama di tahun 2009 jaringan pelayanan bank syariah mengalami pertumbuhan sebanyak 45 jaringan kantor. Dari pengalaman tersebut, industri perbankan syariah membuktikan ketangguhannya dalam menghadapi krisis global.
Sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam pengoperasian perbankan syariah, memberikan kekuatan dan keuntungan tersendiri. Sistem ekonomi islam yang bersifat universal menjadi kelebihan karena nasabah non-muslim juga dapat menikmati jasa perbankan syariah. Misalnya, pengharaman terhadap riba yang diterapkan oleh ajaran Islam, ternyata juga dilarang dalam ajaran non-muslim seperti Yahudi dan Nasrani.
Saat ini, perbankan syariah nasional menunjukkan pertumbuhan aset yang membanggakan yaitu mencapai 45% per tahun, sementara pertumbuhan aset perbankan di beberapa negara lain hanya mencapai 15% sampai 30% tiap tahunnya. Perbankan syariah di Indonesia juga menjadi suatu tempat investasi yang menarik bagi para investor asing, terutama yang berasal dari Malaysia dan Timur Tengah. Hal ini tak lepas dari dukungan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memperkuat posisi perbankan syariah serta potensi penduduk muslim sekitar 240 juta jiwa yang menjadi peluang untuk memajukan perbankan syariah Indonesia.
Bank sentral memperkirakan pada 2012 gejolak perekonomian global tak akan berpengaruh banyak pada industri perbankan syariah dan akan tetap mencatatkan angka pertumbuhan yang tinggi. Eksposur pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik - yang ditopang oleh sektor riil - dan tidak banyak bertransaksi valuta asing, dinilai sebagai faktor “penyelamat” bank syariah dari dampak langsung guncangan krisis Eropa. Nilai Finance to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah saat ini menembus 98% yang berarti bahwa dana pihak ketiga hampir seluruhnya disalurkan ke masyarakat dan hampir semua ke sektor riil. Sedangkan bank konvesional dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) hanya 60% - 70% lebih banyak lari ke pasar modal, bukan ke sektor riil.
Krisis Eropa dapat dijadikan sebagai peluang untuk menawarkan sistem ekonomi Islam sekaligus menjadi bukti bahwa sistem ekonomi kapitalis tidak akan bisa menyejahterakan manusia. Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai “lebih dari sekedar bank” (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, dapat mempertinggi minat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bank syariah di masa mendatang. Bank sentral juga menyatakan bahwa pada tahun 2012, peluang perbankan syariah dalam membiayai sektor ekonomi produktif terbuka lebar, mulai dari proyek skala menengah hingga besar.
Walaupun keadaan tampak aman, bank syariah tetap harus mengantisipasi dampak krisis Eropa secara kompak dan tidak terpecah-pecah. Hal ini bertujuan agar industri perbankan syariah menjadi solid sehingga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja jenis-jenis bank syariah di Indonesia meningkat. Selain itu, dibutuhkan kekonsistenan dalam penerapan hukum syariah muamalah dalam tiap akad yang digunakan sehingga pada gilirannya akan meningkatkan peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional secara signifikan. Wallahu a’lam.

Comments

Popular posts from this blog

Pura Parahyangan Agung Jagatkartta

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Krisis Perbankan di Amerika Serikat

Work Study