TURUN LAPANG PERTAMA #2 : TURUN LAPANG YANG MENGURAS ENERGI DAN EMOSI

Hello, Guys...
Masih inget sama postingan gw sebelumnya???
Oh, God… Hampir setahun yang lalu gw posting tulisan itu… Dan, sekarang baru bisa posting lanjutan ceritanya. Ok… Here’s the story…

So, setelah gw dan temen-temen menempuh perjalanan yang sangaaaatttt panjaaaaang dan melelahkan, tibalah kita di Desa Ujoh Bilang, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Kita tiba di lokasi saat mentari sudah tenggelam dan langit pun sudah mulai terlihat gelap. It has been a long day, Guys...
Pemandangan Sunset Sungai Mahakam dari atas speed boat
Kami semua dijemput di darmaga kapal oleh seseorang dari pihak Pemda setempat, dan langsung diantar menuju penginapan. Penginapan tempat gw dan teman-teman menginap jauh dari bayangan gw tentang sebuah penginapan. Penginapan disana sangat sederhana. Mereka membuat konsep penginapan tersebut seperti rumah adat setempat, yakni sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu, hanya saja bangunan ini terdiri dari banyak kamar. Lokasi penginapan tersebut berada di tepi Sungai Mahakam. Dan saat tiba di penginapan, suasana begitu gelap, tanpa cahaya. Ini dikarenakan, listrik hanya mengalir ke perkampungan warga dari pukul 6 sore sampai pukul 6 pagi waktu setempat. Beberapa penduduk menggunakan jenset agar mereka bisa memperoleh listrik sepanjang hari. Namun, sebagian lainnya hanya mengandalkan listrik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah setempat. Beruntungnya, di penginapan tempat gw dan teman-teman lainnya beristirahat terdapat jenset yang menyala sepanjang waktu, khususnya bila ada yang sedang menyewa penginapan tersebut.
 
Salah satu Penginapan di Desa Ujoh Bilang
Kehidupan masyarakat di sana sebenarnya sangat sederhana. Hanya saja biaya hidup di Kabupaten Mahakam Ulu sangat tinggi. Harga-harga barang disana bisa mencapai dua kali lipat dari harga barang-barang normal. Hal ini dikarenakan biaya operasional yang dikeluarkan untuk membawa barang-barang dari pusat kota untuk sampai ke Kabupaten Mahakam Ulu masih sangat mahal. Sehingga, biaya tersebut, khususnya biaya transportasi untuk mendistribusikan barang-barang, pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen.
 
Salah Satu Kapal Feri yang Membawa Barang-Barang Kebutuhan Warga dari Kota
Gw sebenernya bertugas untuk melakukan survey di Kabupaten baru ini. Survey tersebut ditujukan untuk melihat persepsi masyarakat mengenai Desa mana yang cocok untuk dijadikan sebagai Pusat Pemerintahan dari Kabupaten Mahakam Ulu. Sulit sebenarnya untuk mencari responden yang mau diajak berdiskusi, apalagi buat gw yang saat itu baru pertama kali turun lapang. Lagipula, di Kabupaten Mahakam Ulu ini banyak sekali transmigran dari Pulau Jawa dan Sumatera. Umumnya, mereka tidak mau diajak untuk berdiskusi. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka yang merasa bahwa mereka hanyalah pendatang yang tidak punya hak untuk berbicara apalagi hak dalam menentukan pembangunan di wilayah tersebut... Wilayah yang mereka anggap bukan sebagai “wilayah kekuasaan” mereka. Yaahh... Sebenarnya, tidak seharusnya mereka memiliki pemikiran seperti itu. Tapi gw tetap harus menghargai hak dan keputusan mereka. Iya ga, guys?

Jujur aja, pada hari-hari pertama gw ngerasa pengen pulang banget, karena ketidaknyamanan yang gw rasakan. Ketidaknyamanan tersebut gw rasakan, karena gw belum bisa beradaptasi dengan baik di daerah yang benar-benar baru buat gw, dengan listrik yang terbatas, sinyal komunikasi yang seadanya, panasnya daerah di khatulistiwa, sulitnya menemukan air yang jernih, dan beberapa hal lainnya. Gw yang baru merasakan tinggal beberapa hari di daerah tersebut aja udah merasa seperti itu, apalagi mereka yang bertahun-tahun??? Aduuhhh... I can’t imagine... Rasa nasionalisme gw tiba-tiba ditantang di sini. Terlebih saat gw tau sebuah fakta yang terjadi beberapa tahun terakhir di wilayah Mahakam Ulu. Informasi ini gw peroleh dari masyarakat setempat, saat gw sedang meng-interview salah satu dari mereka.  Fakta ini membuat gw sedih luar biasa. Sampai-sampai gw ga bisa nahan air mata ketika gw bertukar pikiran dengan salah satu responden yang notabene adalah masyarakat lokal di lokasi pembangunan Kabupaten baru tersebut.

Seperti yang sudah gw sampaikan sebelumnya, lokasi di sekitar Kabupaten Mahakam Ulu dapat dikatakan tidak tersentuh pembangunan. Akses transportasi yang sulit serta fasilitas yang terbatas sudah dirasakan oleh masyarakat lokal di daerah Kabupaten Mahakam Ulu dalam waktu yang sangat lama. Mereka merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun saat Indonesia mulai membangun dan mengalami kemajuan, ada bagian dari wilayah Indonesia yang belum tersentuh pembangunan dan jauh dari kesan maju. Mereka lelah dengan kehidupan seperti itu. Mereka ingin pula merasakan pembangunan, kemajuan, modernitas, dan fasilitas yang memadai sebagai penunjang kehidupan mereka. Mereka ingin merasakan hal-hal yang dirasakan oleh saudara-saudara mereka dibelahan Indonesia lainnya, khususnya yang tinggal di pusat-pusat kota. Mereka ingin merasakan adanya pasar modern, rumah sakit, sekolah, alat transportasi umum dengan biaya terjangkau, dan hal-hal lainnya yang menjadi fasilitas umum yang sangat mendasar yang seharusnya ada di setiap daerah dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Mereka ingin daerah mereka juga dapat menjadi tujuan pembangunan.

Hal-hal tersebut yang menjadi alasan serta keinginan dari masyarakat lokal untuk bisa melakukan pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat dan menjadi Kabupaten Mahakam Ulu. Dan, jika keinginan mereka tidak terpenuhi, maka mereka berencana untuk mengibarkan bendera negara tetangga di halaman rumah mereka. Dengan kata lain, mereka bermaksud untuk keluar dari NKRI dan menjadi bagian dari negara lain. Ini hal yang bener-bener bikin gw sedih. Saat itu gw hanya bisa terkejut, tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut gw. Gw bener-bener ga rela klo sampai wilayah ini jatuh ke negara lain. Gw ga rela saudara-saudara gw hidup terlantar bertahun-tahun dalam kesulitan di tengah-tengah pesatnya pembangunan negeri ini.

Tapi, jika hal terburuk itu benar-benar terjadi, gw rasa kita juga ga bisa menyalahkan masyarakat setempat. Mereka sudah berjuang berpuluh-puluh tahun. Nyatanya, negara tetangga memang lebih peduli kepada mereka dibandingkan negara kita sendiri. Di dada mereka mungkin ada Garuda, tapi diperut mereka ada Upin Ipin. Hmm...

Sama halnya dengan mereka, gw yang awalnya merasa pengen nyerah, dan pengen pulang aja, tiba-tiba dikasih kekuatan lebih untuk bisa bertahan di sana dan melanjutkan tugas dan tanggung jawab gw dengan sebaik-baiknya. Gw rela keluar masuk hutan untuk meninjau lokasi, walaupun harus ngerasain lecet-lecet terkena tumbuh-tumbuhan yang ga tau akan berdampak apa saat melukai kulit gw. Gw nikmati perjalanan menuju lokasi pembangunan dengan motor bebek biasa, padahal seharusnya akan lebih baik bila kita menggunakan motor trail, karena kondisi jalan disana yang masih berbentuk tanah, yang apabila hujan turun akan membuat jalan tersebut sulit untuk dilewati, dan dapat membuat ban motor yang dikendarai menjadi slip serta sulit untuk dikendarai, yang pada akhirnya membuat gw jatuh dari motor.


Menyusuri Hutan Kalimantan Menuju Lokasi Pembangunan Kantor Pemerintahan

 
Kondisi Jalan Saat Hujan Turun

Akses Jalan yang Sulit Dilalui

Bukan hanya itu, gw juga menyusuri aliran sungai untuk menemukan sisa-sisa pembangunan yang diharapkan bisa memberikan informasi-informasi berharga mengenai potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan oleh daerah tersebut. Gw seberangi Sungai Mahakam untuk mengunjungi satu demi satu desa-desa di daerah tersebut dengan menggunakan alat transportasi seadanya yang belum bisa dikategorikan aman, karena gw sempat mendengar berita tentang perahu yang tenggelam di sungai tersebut.
Menyeberangi Sungai Mahakam Menggunakan Perahu Sederhana

Gw rela panas-panasan dari satu responden ke responden lainnya untuk memperoleh informasi-informasi dan opini dari masyarakat lokal mengenai pembangunan wilayah tersebut, mengenai harapan mereka, mengenai impian mereka akan tanah kelahirannya, walaupun gw tau, gw ga bisa terlalu lama berada di bawah terik matahari yang terlalu menyengat seperti terik mentari di daerah khatulistiwa, karena hal itu akan memengaruhi kondisi badan gw, akan membuat gw demam di malam hari, membuat tekanan darah gw turun, yang pada akhirnya mengakibatkan gw tidak mampu untuk menopang tubuh gw sendiri.
Salah Satu Desa di Wilayah Kabupaten Mahakam Ulu

Salah Satu Rumah Warga yang Kami Datangi untuk Diwawancarai

Yaahh... Gw harap perjuangan gw ga sia-sia. Seenggaknya hasil survey gw itu, bisa jadi landasan untuk para pembuat kebijakan dalam menentukan keputusan yang bisa memberikan manfaat bagi kemajuan daerah tersebut, seperti yang diharapkan oleh masyarakat Kabupaten Mahakam Ulu. Dan, semoga mereka bisa segera merasakan pembangunan di daerahnya.

Inilah potret lain Negara Indonesia...

Comments

Popular posts from this blog

Pura Parahyangan Agung Jagatkartta

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Krisis Perbankan di Amerika Serikat

Work Study