Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Krisis Perbankan di Amerika Serikat
Latar
Belakang
Krisis
ekonomi merupakan suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam bidang
ekonomi. Krisis demi krisis terus terjadi dan melanda berbagai negara di dunia,
baik di negara maju maupun negara berkembang. Pada tahun 2008 terjadi sebuah
krisis yang sangat besar dan berdampak pada perekonomian dunia yang merupakan
akibat dari krisis finansial yang terjadi di negara adidaya, Amerika Serikat.
Krisis tersebut berdampak negatif pada kegiatan ekonomi di berbagai sektor,
khususnya pada sektor keuangan dan perbankan di negara Paman Sam tersebut. Terganggunya
aktivitas ekonomi pada sektor keuangan dan perbankan pada akhirnya menimbulkan
krisis perbankan di Amerika Serikat.
Definisi Krisis Perbankan
Krisis perbankan merupakan suatu krisis finansial
yang sering kali melanda negara-negara di dunia. Perbankan merupakan lembaga
intermediasi keuangan yang memiliki peran yang sangat penting bagi aktivitas
ekonomi suatu negara. Dapat dibayangkan, bila sektor keuangan, khususnya
perbankan di suatu negara terkena guncangan yang besar. Hal ini tentunya akan mengakibatkan
terganggunya kegiatan perekonomian di negara tersebut, bahkan lebih parahnya
lagi dapat mengakibatkan terjadinya krisis perbankan.
Menurut Laeven dan Valencia (2008), krisis
perbankan terjadi pada saat sejumlah perusahaan dan sektor keuangan di suatu
negara mengalami kegagalan dan mereka mengalami kesulitan dalam membayar
kontrak tepat waktu. Pada akhirnya, hal tersebut akan meningkatkan nilai Non-Performing Loans (NPL) secara
signifikan dan sebagian atau seluruh modal perbankan akan habis. Kondisi ini
juga dapat disertai oleh harga aset yang tertekan, peningkatan suku bunga, dan
juga aliran modal yang cenderung melambat. Bahkan, pada beberapa kasus, krisis
perbankan dipicu oleh banyaknya para deposan yang mendatangi bank.
Sementara itu, Calomiris (2009) menentukan krisis
perbankan dalam dua aspek yang berbeda, yakni waves of bank insolvency dan banking
panics. Waves of bank insolvency adalah sebuah peristiwa dimana bank
mengalami kerugian akibat dari banyaknya bank-bank yang gagal. Banking panics merupakan suatu kondisi
dimana sistem perbankan mengalami penarikan deposit dalam jumlah yang besar.
Terkadang kedua aspek tersebut terjadi bersamaan, tetapi seringkali juga
keduanya tidak terjadi pada waktu yang sama.
Krisis Subprime
Mortgage di Amerika Serikat
Bedasarkan tulisan yang dikeluarkan oleh Depkominfo (2008a)
dengan judul “Memahami Krisis Keuangan Global:
Bagaimana Harus Bersikap” dan
“Tanya Jawab Memahami Krisis Keuangan
Global: Bagaimana Pemerintah Mengantisipasinya”, dipaparkan mengenai peristiwa
terjadinya krisis finansial di AS. Tulisan tersebut menceritakan bahwa sejak tahun 1925, Amerika Serikat memiliki
Undang-Undang Mortgage. Undang-Undang
tersebut mengatur tentang sektor properti seperti kredit kepemilikan rumah. Setiap
warga AS yang memenuhi syarat tertentu dapat memperoleh kemudahan kredit
kepemilikan rumah. Kemudahan tersebut terjadi pada saat harga rumah sedang naik
di AS. Kondisi sektor properti di AS yang bergairah tersebut membuat banyak
para pelaku ekonomi melakukan spekulasi. Pada saat itu, Alan Greenspan selaku Ketua
The Fed sedang menerapkan kebijakan suku bunga yang rendah di AS, sekitar 1
sampai 2 persen. Sementara itu, para penyedia kredit properti juga menerapkan
suku bunga tetap selama tiga tahun. Kondisi tersebut mendorong orang-orang
untuk membeli rumah dengan harapan dapat menjualnya dalam kurun waktu kurang
dari 3 tahun untuk mendapatkan keuntungan, sebelum suku bunganya disesuaikan.
Permasalahannya saat itu, banyak lembaga keuangan yang menyalurkan kredit
tersebut kepada masyarakat yang sebenarnya tidak layak untuk memperoleh
pembiayaan, mereka adalah kaum NINJA (Non-Job
Non-Income Non-Activity). Sehingga, kondisi ini memicu terjadinya kredit
macet pada sektor properti (subprime
mortgage).
Kredit macet ini menyebabkan ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar
di AS. Hal ini dikarenakan, lembaga pembiayaan sektor properti yang terlibat
dalam kegiatan ini memperoleh dana dengan cara meminjam dana jangka pendek dari
pihak lain, termasuk lembaga keuangan. Jaminannya adalah surat utang seperti subprime mortgage securities yang dijual
kepada lembaga-lembaga investasi serta investor di berbagai negara. Padahal,
seperti kita tau bahwa surat-surat utang tersebut ditopang oleh jaminan debitor
yang memiliki kemampuan membayar KPR yang rendah. Dengan banyaknya tunggakan
kredit properti, perusahaan pembiayaan tidak bisa memenuhi kewajibannya
kepada lembaga-lembaga keuangan, baik bank investasi maupun asset management.
Hal itu mempengaruhi likuiditas pasar modal maupun sistem perbankan. Akibat dari banyaknya tunggakan kredit tersebut, likuiditas
lembaga-lembaga keuangan mengalami pengeringan. Ketidakmampuan dalam membayar
kewajiban memberikan dampak negatif pada lembaga keuangan lain yang juga
memberikan pinjaman. Sehingga, lembaga-lembaga tersebut terancam bangkrut.
Selain itu, mengeringnya
likuiditas di pasar modal dan perbankan, juga diiringi dengan penarikan dana-dana
investasi (Depkominfo, 2008b).
Penyebab
Krisis Perbankan di Amerika Serikat
Bank merupakan lembaga keuangan
yang rentan terhadap penarikan dana oleh nasabah secara besar-besaran. Kerentanan
tersebut sebagai akibat dari kegiatan bank dalam mentransformasikan kewajiban
jangka pendeknya, seperti giro, tabungan dan deposito ke dalam aktiva yang
berjangka waktu lebih panjang, seperti kredit (Simorangkir, 2011). Kondisi ini
yang memicu terjadinya krisis perbankan.
Berdasarkan krisis yang
terjadi di AS seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat kita ketahui
bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis perbankan di AS
adalah:
1. Tingginya
penyaluran kredit
Pada krisis perbankan di
AS, terjadi penyaluran kredit secara besar-besaran yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga penyalur kredit. Pertumbuhan jumlah kredit yang tidak terkendali
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya krisis perbankan. Hal ini juga
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Keefer (2001) dan Simorangkir
(2011), dimana pertumbuhan kredit yang tinggi dapat memicu terjadinya krisis
perbankan. Semakin tinggi jumlah kredit yang disalurkan, semakin rendah
likuiditas yang dimiliki bank tersebut. Sehingga, kondisi ini akan menyebabkan
terjadinya bank runs, yang
selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya krisis perbankan.
2. Tingginya nilai NPL
Krisis
subprime mortgage di AS dipengaruhi
oleh nilai NPL (Non-Performing Loan) yang
sangat tinggi. Hal ini direfleksikan oleh tingginya jumlah peminjam yang tidak
mampu membayar kewajibannya, dikarenakan sebelumnya beberapa diantara mereka
merupakan peminjam yang beresiko tinggi yang termasuk ke dalam golongan
masyarakat yang tidak memenuhi standar dalam memperoleh pembiayaan. Semakin
tinggi NPL, maka akan semakin banyak dana pihak ketiga (DPK) yang tertahan pada
kredit yang tidak lancar, yang pada akhirnya akan membuat likuiditas perbankan
semakin sedikit. Kondisi ini dapat memicu terjadinya bank runs yang dapat menjadi peneyebab terjadinya krisis perbankan
(Simorangkir, 2011).
3. Inflasi
Permintaan yang tinggi atas rumah di
AS telah meningkatkan harga barang tersebut. Peningkatan harga pada saat sektor
properti sedang bergairah menjadi salah satau pemicu terjadinya krisis di AS.
Kenaikan harga atau yang dikeal dengan istilah inflasi merupakan salah satu
faktor yang menjadi penyebab sebuah krisis perbankan. Menurut Simorangkir
(2011), tingginya tingkat inflasi akan meningkatkan ketidakpastian
perekonomian, yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya krisis
perbankan. Sementara, Keefer (2001) menyatakan bahwa inflasi akan meningkatkan
resiko perbankan yang selanjutnya akan meningkatkan nominal deposit rates untuk menarik dana. Jika nominal returns pada aset jangka panjang adalah tetap atau memiliki
respon yang lambat terhadap peningkatan cost
of funds, meningkatnya deposit rates akan
mengurangi profitabilitas dan meningkatkan ancaman terjadinya systemic insolvency.
4. Suku
bunga yang tinggi
Sebelum terjadinya krisis di AS, The
Fed menetapkan kebijakan suku bunga yang rendah pada kisaran 1 sampai 2 persen,
dan lembaga pemberi pinjaman akan menetapkan suku bunga kredit yang tetap
selama tiga tahun. Namun, pada tahun kedua suku bunga meningkat di level 5
persen. Hal ini memberikan dampak yang buruk bagi para peminjam dana. Tingginya
tingkat suku bunga akan meningkatkan kemungkinan gagal bayar kreditur. Hal ini
akan menurunkan kemampuan nasabah dalam mengangsur pinjamannya, sehingga
menimbulan kredit macet yang dapat berpotensi menjadi krisis perbankan
(Simorangkir, 2011 dan Keefer, 2001).
5. Perubahan
nilai indeks saham
Penurunan nilai indeks saham juga
menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya krisis perbankan. Semakin
rendah nilai indeks saham, maka akan mengakibatkan penurunan pada nilai aset,
sehingga dapat meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya bank runs (Simorangkir, 2011). Kondisi krisis di AS juga menjadi
contoh bahwa perubahan atau menurunnya nilai indeks saham dapat berakibat buruk
bagi perekonomian suatu negara. Pada tahun 2008, Indeks Nasdaq dan Dow Jones
mengalami penurunan yang drastis, sehingga mendorong para investor untuk
menarik dana investasi mereka dari AS sebagai upaya dalam melindungi nilai.
Penarikan dana tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis perbankan
di AS.
Kesimpulan
Krisis perbankan yang
terjadi di Amerika Serikat, dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu,
tingginya tingkat penyaluran kredit, tingginya nilai Non-Performing Loan (NPL), inflasi, suku bunga yang tinggi, serta
penurunan nilai indeks saham.
Daftar
Pustaka
Calomiris, Charles W. 2009. Banking
Crisis and the Rules of the Game. Paper in the Forrest Capie Festschrift conference at City
University London, September
2009.
aDepartemen Komunikasi dan Informatika. 2008. Memahami Krisis
Keuangan Global: Bagaimana Harus Bersikap. Jakarta. Departemen Komunikasi dan
Informatika.
bDepartemen Komunikasi dan Informatika. 2008. Tanya Jawab
Memahami Krisis Keuangan Global: Bagaimana Pemerintah Mengantisipasinya.
Jakarta. Departemen Komunikasi dan Informatika.
Keefer, Philip. 2001. Politics and the
Determinants of Banking Crises: The Effects of Political Checks and Balances.
The World Bank.
Laeven, Luc dan Fabian Valencia. 2008.
Systemic Banking Crisis: A New Database. IMF Working Paper, November 2008.
Marshall, Jones. 2009. The Financial
Crisis in the U.S.: Key Events, Causes and Responses. House of Commons Library,
22 April 2009.
Simorangkir,
Iskandar. 2011. Determinant of Bank Runs in Indonesia: Bad Luck or Fundamental
?. Bulletin of Monetary, Economics and Banking, July 2011.
[Anonim]. US900b aftershock seen hitting US, Europe banks. http://www.presidiopenthouse.com/realestatefundmanager/subprime.html. [13 Oktober 2016].
[Anonim]. Anton
ES2B - Psychology/Group Dynamics Behind Countrywide Financial and the Subprime
Mortgage Crisis. https://www.youtube.com/watch?v=OfE3M24yPsE. [13 Oktober 2016].
Comments