Kebijakan = Undang-Undang = Pancasila


Senin yang lalu, tepatnya tanggal 30 Mei 2011, saat saya mengikuti kuliah Sistem Ekonomi, saya memikirkan suatu hal tentang negeri saya tercinta, Indonesia. Kuliah hari itu sangat interaktif, karna diskusi berlangsung antara mahasiswa dan dosen dengan sangat menarik. Kami mendiskusikan tentang keadaan Indonesia saat ini dari berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi.

Saat itu dosenku bertanya, kurang lebih inti dari pertanyaan tersebut seperti ini, “Mazhab apa yang cocok untuk perekonomian Indonesia??” Beberapa teman saya mencoba menjawab pertanyaan itu dari sudut pandang masing-masing. Ada yang menjawab bahwa seharusnya Indonesia memiliki mazhab sendiri untuk perekonomiannya, karna Indonesia mempunyai karakter tersendiri yang berbeda dengan negara lainnya di dunia. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, terdiri dari banyak pulau yang “disatukan” (bukan dipisahkan) oleh lautan.

Sementara, satu lagi temanku mencoba menjawab pertanyaan tersebut dari sisi yang berbeda. Menurutnya, perekonomian Indonesia perlu dibuat cluster-cluster di setiap wilayahnya agar lebih terfokus. Lalu, perekonomian Indonesia akan lebih baik jika dipusatkan pada pengembangan pertanian, mengingat Indonesia adalah negara agraris. Dan banyak lagi pendapat-pendapat lain dari teman-temanku. Namun, tidak dengan saya.

Saya tidak menjawab pertanyaan beliau itu di depannya dan teman-teman. Saya rasa jawaban mereka sudah cukup mewakili. Namun, bukan berarti saya tidak mempunyai pendapat. Seperti teman-teman yang lain, saya juga punya pendapat yang berbeda.

Mungkin benar, Indonesia harus memiliki sistem perekonomian ataupun mazhab yang berbeda dengan negara lain untuk mengatur perekonomiannya. Indonesia juga harus memperhatikan sektor pertaniannya, karna sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling penting dalam membangun negara Indonesia, mengingat sektor pertanian berperan cukup besar dalam menyumbang PDB Indonesia. Selain itu, sektor pertanian juga berhasil menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Kita tahu, bahwa mayoritas mata pencaharian masyrakat Indonesia adalah  sebagai “petani” (dalam arti luas). Namun, menurutku semua sistem pada dasarnya punya kelebihan dan kelemahan masing-masing, sekalipun kita mencoba membuat sistem perekonomian sendiri yang berbeda dengan negara lain.

Suatu sistem berhubungan dengan kebijakan, dan kebijakan berkaitan dengan Undang-Undang. Jika ada suatu kebijakan yang dibuat, maka pertanyaan yang harus dilontarkan pertama kali adalah “Siapa yang diuntungkan dari kebijakan tersebut?”. Lalu, saat ini, seperti apa kebijakan yang ada di Indonesia?  Apakah kebijakan tersebut sudah pro rakyat? Saya rasa semua orang sudah tau seperti apa kondisi kebijakan Indonesia saat ini. Kebijakan yang ada di Indonesia kini hanya menguntungkan golongan-golongan tertentu saja, tanpa mempedulikan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Seperti  kebijakan ekonomi saat ini yang tanpa kita sadari, bahwa kebijakan atau Undang-Undang yang ada telah pro terhadap perusahaan-perusahaan multinasional dan bukan mendukung perusahaan-perusahaan domestik.

Jika kebijakan yang ada hanya pro pada golongan tertentu, misalnya para pengusaha besar, apakah kebijakan tersebut juga akan menguntungkan rakyat jelata yang hidup sengsara di kolong jembatan atau masyarakat menengah ke bawah yang berada di slump area? Jawabannya, “belum tentu”. Karna masyarakat menengah ke bawah atau rakyat jelata itu bukan temasuk ke dalam golongan para pengusaha besar. Para pengusaha tersebut telah diuntungkan dari munculnya kebijakan yang pro kepada mereka dan menjadi semakin kaya, sementara di saat yang sama, rayat jelata dan masyarakat menengah ke bawah menjadi semakin miskin. Sungguh ironis.

Kebijakan yang pro rakyat memang sulit untuk diwujudkan. Namun, jika kebijakan tersebut berhasil diwujudkan, maka peluang rakyat untuk menjadi sejahtera menjadi lebih besar. Pemerataan pun akan  berhasil dicapai. Pada saat dibuat kebijakan yang pro rakyat, maka seluruh rakyat Indonesia akan merasakan keuntungan tersebut. Bukan hanya rakyat menengah ke bawah yang merasakan keuntungan itu, tapi juga para pengusaha, pejabat, bahkan presiden sekalipun. Bukankah mereka rakyat Indonesia juga?

Seharusnya para pembuat kebijakan memikirkan hal tersebut dan mengesampingkan urusan pribadi mereka untuk membuat negara kita menjadi lebih maju. Sehingga kalimat-kalimat dalam buku teks pelajar-pelajar di Indonesia yang menyatakan bahwa “Indonesia adalah negara yang kaya dengan sumberdaya alam yang melimpah”, bukan sekedar menjadi sebuah wacana semata. Indonesia memang negara yang kaya. Namun, di tengah-tenga kekayaan sumber daya alam yang melimpah tersebut, masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Wahai rakyat Indonesia, resapilah sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. keadilan dan kesejahteraan bukan hanya milik golongan rakyat tertentu, tapi milik SELURUH rakyat Indonesia. oleh karena itu, saringlah setiap kebijakan yang ada dengan Pancasila. Buatlah kebijakan berdasarkan Pancasila. Dan maknai tiap butir yang terkandung dalam Pancasila dengan baik. Karena negara kita adalah negara Pancasila.

(Deviyantini, 2011)

Comments

Popular posts from this blog

Pura Parahyangan Agung Jagatkartta

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Krisis Perbankan di Amerika Serikat

Work Study